Tuesday, May 22, 2007
9 RASA TAKUT DAN CARA MENGATASINYA
Posted by Nurul Zehani at 4:37 PM 0 comments
Labels: Dunia Anak
3 MANFAAT SUKA MENJATUHKAN BENDA
- Berikan benda/mainan yang aman untuk dijatuhkan, misalnya yang terbuat dari plastik, seperti sendok, mangkuk kecil, dan sejenisnya.
- Usahakan memberikan berbagai benda yang menghasilkan beragam suara saat jatuh. Dengan demikian stimulus pendengaran anak pun jadi lebih kaya. Ia akan belajar bahwa ada macam-macam bunyi dari benda yang berlainan.
- Orang tua harus ikut terlibat dalam aktivitas ini. Jadi, jangan puas hanya sekadar jadi "tukang mengambilkan" benda yang dijatuhkan si batita. Keterlibatan ini sangat bermanfaat untuk membantu proses belajar anak. Untuk mengenalkan konsep ruang, misalnya, katakan "Ya... sendoknya jatuh deh ke lantai." Jadi tidak sekadar mengambilkan benda yang dijatuhkan anak dan memberikannya kembali tanpa komentar apa pun.
- Selain mengajarkan konsep ruang, orang tua juga bisa mengajarkan nama-nama benda kepada anak. Contohnya saat anak menjatuhkan bola, mainan, buku dan sebagainya, sebutkan nama benda-benda tersebut. Makin sering benda itu dijatuhkan maka makin sering namanya diulang-diulang, hingga dengan sendirinya anak akan mengenali apa nama benda yang dijatuhkannya itu.
- Berikan anak sejumlah barang untuk dijatuhkan. Setelah barangnya habis (sudah jatuh semua) atau ketika orang tua merasa lelah atau dirasa aktivitas tersebut sudah berlebihan, hentikan. Caranya dengan mengalihkan perhatiannya ke aktivitas lain seperti memukul-mukul kaleng yang juga menimbulkan sensasi bunyi. Jadi, jangan hanya meminta anak untuk menghentikan aktivitasnya begitu saja tanpa ada pengganti.
- Orang tua juga dapat memberikan bola untuk digenggam dan digelindingkan karena fase menjatuhkan ini akan berkembang menjadi kemampuan melempar atau menggelindingkan. Walaupun kemampuan anak belum sampai tahap ini, sebaiknya orang tua berusaha untuk selalu berada satu langkah di depan kemampuan anak, agar ia tetap terstimulus untuk terus mengembangkan kemampuannya.
- Selama melakukan proses belajar, sebaiknya anak tidak ditekan dengan stimulasi yang berlebihan ataupun sebaliknya dihentikan dari kegiatannya dengan alasan apa pun. Memang, akan sangat melelahkan dan bisa menyulut frustrasi, tapi ingat banyak hal yang sedang dikembangkan anak melalui tahapan ini.
Posted by Nurul Zehani at 4:33 PM 0 comments
Labels: Dunia Anak
Mendidik Agar Mandiri
KEMANDIRIAN anak harus dibina sejak dini. Beberapa hal di bawah ini perlu diperhatikan orang tua yang menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi mandiri.
1. Tumbuhkan rasa percaya diri.
Rasa percaya diri memegang peranan penting. Rasa itu dapat tumbuh jika anak diberi kepercayaan untuk melakukan hal yang ia mampu kerjakan sendiri. Misalnya, saat bayi sudah bisa memegang botol sendiri, bantu dia supaya benar-benar bisa melakukan.
2. Pahami risiko anak belajar.
Jangan takut rumah kotor. Itu risiko yang harus dihadapi saat anak belajar makan atau berjalan. Plastik besar yang diletakkan di bawah meja makan dapat memudahkan Anda saat akan melakukan pembersihan.
3. Beri kepercayaan
Hal terbesar yang dapat menghambat rasa percaya diri pada anak adalah kekhawatiran dan ketakutan orang tua. Perasaan takut dan khawatir sering kali membuat orang tua mengerjakan pekerjaan anak yang sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri. Jika menginginkan anak Anda mandiri maka konsekuensinya harus benar-benar memberi kepercayaan. Tentu saja, semuanya sesuai dengan ukuran usia.
4. Komunikasi terbuka
Sediakan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka. Bila anak Anda tertutup, pancing dengan pertanyaan ringan tentang kegiatannya hari itu. Jangan langsung melarang bila Anda tidak setuju dengan kegiatannya. Tanyakan dulu apa alasan si anak. Kalau buah hati bertanya tentang suatu hal, beri penjelasan yang mudah dimengerti.
5. Kebiasaan
Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari adalah membentuk kebiasaan. Kalau anak sudah terbiasa dimanja dan selalu dilayani, ia akan menjadi anak yang selalu tergantung kepada orang lain.
6. Disiplin
Kemandirian berkaitan erat dengan disiplin. Sebelum seorang anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, ia terlebih dahulu harus didisiplinkan oleh orang tuanya. Syarat utama dalam hal ini adalah pengawasan dan bimbingan yang konsisten dan konsekuen. Jika Anda bekerja, yakini betul bahwa pengasuh anak konsisten dan terampil dalam memberlakukan disiplin belajar yang Anda terapkan.
7. Jangan terus ‘menyuapi’.
Memberikan tambahan kursus belajar tambahan bukan cara yang tepat untuk mendidik anak. Guru les biasanya punya kecenderungan untuk terus ‘menyuapi’ muridnya. Ingatlah, disiplin belajar harus dimulai dari rumah.
Posted by Nurul Zehani at 4:23 PM 0 comments
Labels: Dunia Anak
Perkembangan Emosi Balita
Emosi manusia mengalami perkembangan yang dimulai sejak lahir hingga dewasa. Dengan bertambahnya usia anak, reaksi emosinya pun akan semakin beragam. Tak sulit bagi orang tua untuk mengenali berbagai reaksi emosi anak ini. Tapi, yang paling penting adalah menyikapi emosi anak dengan tepat. Kita semua, tentunya, ingin menumbuhkan kematangan si kecil dalam mengekspresikan berbagai emosinya. Bagaimana caranya?
Ekspresi emosi terus berkembang
Erik H. Erikson , tokoh perkembangan psikososial masyhur kelahiran Jerman, merumuskan tahap perkembangan emosi manusia yang disebutnya krisis psychosocial, dari lahir hingga dewasa. Dalam artikel ini dibahas tahap perkembangan emosi anak sampai usia lima tahun.
• Menumbuhkan rasa percaya
Masa ini terjadi sejak bayi hingga kira-kira usia dua tahun. Anak usia ini bila dirawat dengan penuh cinta, akan tumbuh dengan rasa percaya diri dan optimis.
Dari bayi hingga usia satu tahun, anak mengalami proses kematangan emosi tertentu. Ekspresi positif, misalnya, ia munculkan melalui senyum. Menjelang tahun kedua usianya, anak sadar bahwa senyumnya dapat membuat orang lain di sekitarnya merasa gembira. Sebaliknya, si kecil pun paham bahwa dengan menangis ia dapat mengendalikan orang di sekitarnya.
Masalah emosi yang bisa muncul pada anak usia ini adalah takut gelap, takut orang asing, takut sendiri, dan takut suara keras. Orang tua amat berperan dalam mengelola problema ini. Anak yang selalu memperoleh rasa aman, ditenangkan dan tidak ditakut-takuti, dengan sendirinya akan lebih mudah mengatasi rasa takutnya. Ia akan lebih mandiri.
• Belajar mandiri
Proses mulai belajar mandiri terjadi di usia 18 bulan hingga empat tahun. Anak usia ini sebenarnya berada pada awal krisis emosi. Ia cenderung tantrum , kemauannya tak terbantahkan, bandel dan keras kepala. Karena itu, kita sering dengar istilah terrible two's . (sambung dengan yang di bawah)Semua itu terjadi karena sebenarnya anak seusia ini penuh spontanitas. Ia akan cenderung mengekspresikan perasaannya seketika itu juga..
Masalah emosi yang bisa muncul pada anak usia ini adalah takut berpisah, gerakan yang tiba-tiba, bunyi-bunyian asing serta ketakutan yang terjadi hanya pada malam hari. Kunci permasalahan pada tahap ini ialah belajar mengelola perasaan dan spontanitas, tanpa menghilangkannya sama sekali.
• Belajar berinisiatif
Masa ini terjadi di usia sekitar tiga hingga lima tahun. Bila pada usia-usia sebelumnya reaksi emosi anak ditangani dengan baik, ia akan mengembangkan kemampuan berimajinasi atau berfantasi dengan sehat pula. Ia juga akan mampu bekerja sama dengan orang lain dalam jangka waktu lama, serta dapat memimpin dan mengikuti pemimpin. Tetapi di usia ini anak juga mengalami ketakutan, tergantung pada teman sekelompoknya, dan masih terlalu tergantung pada orang dewasa.
Anak usia ini paham bahwa dorongan-dorongan emosinya memiliki konsekuensi. Kalau ia mengatakan, “Aku benci kamu!” Ia akan mengaitkan kata-katanya tadi dengan wajah sedih yang ditampilkan lawan bicaranya.
Ini memberinya kemampuan untuk merencanakan dan mengantisipasi.Ia mampu memisahkan mana perasaannya, mana perasaan orang lain, dan dampaknya terhadap perasaannya sendiri.
Masalah emosi yang bisa muncul pada usia-usia ini adalah fobia, mimpi buruk, gangguan pada bicara, mengompol, takut binatang, membayangkan monster dan takut terluka.
Mendukung perkembangan emosi anak
Si kecil butuh dukungan bagi perkembangan emosinya. Lima prinsip berikut ini perlu diketahui orang tua untuk mengembangkan emosi anak, yaitu:
• Tetapkan waktu bermain setiap hari dengan anak .
Beri kesempatan pada anak untuk menentukan apa yang ingin ia lakukan bersama Anda. Tempatkan anak pada posisi pemimpin dan Anda pada posisi yang dipimpin.
• Luangkan waktu untuk memecahkan masalah bersama anak .
Ketika anak merasa sedih karena tidak diajak bermain oleh temannya, bantu anak mencari penyebabnya, kemudian cari bersama pemecahannya. Acara semacam ini membantu anak belajar berpikir logis dalam mengatasi masalah emosinya, dan menumbuhkan kemampuannya untuk mengantisipasi, serta berkesempatan mengatasi masalah emosinya sendiri.
• Melihat masalah dari sudut pandang anak .
Kalau kita sungguh-sungguh mendengarkan dan berempati terhadap anak, kita dapat memahami alasan anak melakukan segala sesuatu. Misalnya, saat si kecil mengamuk, Anda perlu mendengarkan alasan mengapa ia melakukan hal itu. Saat Anda paham betul perasaan si kecil, Anda mungkin sekalki tidak akan ikut-ikutan marah
• Minimalkan masalah .
Saat si kecil merasa jengkel karena gagal menyusun balok menjadi bentuk gedung yang ia inginkan, misalnya, Anda dapat menunjukkan penyebab kegagalannya.
Berikan batasan. Batasan memberi bimbingan dan rasa aman kepada anak. Menetapkan batasan dapat dikombinasi dengan waktu bermain bersama anak, khususnya ketika anak menunjukkan perilaku buruk.
Immanuella F. Rachmani
Cara Tepat Hadapi Gejolak Emosi Anak
• Latih anak usia dua tahun untuk berbicara dengan baik. Kalau anak berteriak, “Minum lagi! Mana jusnya yang tadi?” Anda dapat mencontohkan, “Saya masih haus. Minta jusnya lagi, boleh?”
• Bila anak tantrum , tetaplah tenang, hindari berteriak ke arah anak, bicara dengan lembut, kemudian peluklah anak.
• Bila anak takut pada bunyi-bunyian, misalnya bunyi blender atau bunyi vacuum cleaner , ajak anak mencari sumber suara. Tetap peluk anak. Tunjukkan padanya bahwa sumber suara tidak berbahaya bagi siapa pun. Cara ini mengajar anak mengenali sumber ketakutannya. Hindari menakut-nakuti anak, karena anak tidak akan pernah belajar mengatasi rasa takutnya.
• Kegembiraan si kecil berkait erat dengan aktivitasnya. Sediakan pasir, tanah, air dan lempung. Anak-anak sangat menyukai bermain kotor dan belajar sesuatu yang luar biasa dengan mencampur, mengaduk dan membentuk.
Posted by Nurul Zehani at 4:10 PM 0 comments
Labels: Dunia Anak
Wednesday, May 2, 2007
3 Aspek Yang Perlu Diperhatikan Orang Tua Dalam Rangka Mengamati Perkembangan Bicara Anak
Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam rangka mengamati perkembangan bicara anak.
1. Aspek Semantik (arti bahasa).
Bila seorang anak akan mengatakan atau memahami sesuatu, ia harusmempunyai daftar kata-kata atau vokabulari yang cukup memadai, yang dengankata lain kita bisa mengatakan bahwa:
- si anak mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami(bahasa aktif dan pasif);
- menemukan kata-kata yang tepat (memanggil kata dari daftar memori);
- memahami apa yang diucapkan (pengertian kalimat). Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan caramenunjuk berbagai benda-benda yang ada di sekitarnya atau kata kerja yangharus digunakannya. Menunjuk benda-benda yang dapat dilihatnya (kursi, meja,makan, boneka dlsb), atau kata yang dapatmenunjukkan pada pengertian tempat "disini" atau "sekarang". Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas.Namun bisa diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknyamemerlukan 270 kata, 900 kata di usianya yang ketiga, dan sekitar 2500 hingga 4000 kata di usianya yang ke enam. Walau begitu seorang anaksebetulnya mempunyai lebih banyak lagi kata-kata(daftar kata-kata yang pasif) daripada yang bisa ia produksi (sebagai daftarkata aktif). Daftar kata pasif seorang anak berusia enam tahun bisa dua kalilipat banyaknya dibanding dengan daftar kata aktif yang dimilikinya. Dengankata lain anak berusia tiga hingga lima tahun akan mengalami kesulitanmemanggil kata-kata yang berada di dalam memorinya; seringkali sulitmenggunakan kata pada tempat dan waktu yang tepat. Kadang terjadi seoranganak akanmembuat kata-kata sendiri (neologis), atau bicaranya kacau,sepotong-sepotong, dan diulang-ulang.
2. Pembentukan bahasa.
Bagaimana sebuah kata atau kalimat dibentuk?
Aspek pembentukan katadan kalimat akan menyangkut pada tiga bagian aspek yaitu:
a. aspek fonologis.
Anak kita harus bisa belajar menggunakan dan mengucapkan bunyiandengan cara yang benar. Artinya bahwa bicara mempunyai kaitan dengan aspekfonologis ini. Bila seorang anak mengalami gangguan fonologis ini, makakelak ia akan mengalami masalah dalam bahasa dan bicara. Di usia kira-kiralima bulan, refleks oral (mulut) seperti misalnya refleks menghisap (untukmenyusu) akan hilang, berganti dengan gerakan-gerakan yang baik denganlidahnya,bibirnya, suara decak halus, rahang bawah, dan tenggorokan. Ia juga belajarmembedakan bunyian dan mengingatnya sebagai bunyian tertentu. Apabila iamendenger bunyian itu kembali, maka ia bisa mengenalnya kembali, sertamenggunakannya untuk tujuan tertentu.Pada akhirnya kemudian ia bisa berbicara dengan tujuan tertentu: misalnya mengucapkan kata mama akan berbeda artinya jika mengucapkan maem atau makan.Pada akhir tahun pertama umumnya anak-anak mempelajari bunyian dengan polabunyian yang sama. Pada akhir tahun kedua ia mulai bisa mengucapkankata-kata berupa beberapa suku katadengan baik karena kontrol otot-otot sudah semakin baik, yaitu otot lidah,bibir dan langit-langit. Dan juga ia sudah mampu mendengarkan dengan baik.Tinggal beberapa kata seperti s/l/r/ barulah akan dikuasai dengan baik diusianya yang kelima atau keenam. Sekalipun seorang anak bisa mengucapkan bunyian dengan baik, bukanberarti ia akan bisa juga dengan baik mengucapkan kata-kata. Ia masih harusbelajar lebih banyak lagi untuk mengucapkan kata-kata dengan baik, sehinggatidak meletakkan bunyian itu di tempat yang salah. Misalnya pabrikmenjadi perabik. Lokomotip menjadi molokotip. Baru pada usia enam tahun,kita boleh mengharapkan bahwa seorang anak haruslah sudah bisa dengan baikmengucapkan urutan bunyian itu dengan benar, menjadi sebuah kata yangmempunyai makna.
b. aspek morfologis
Dengan cara yang tepat anak mempelajari sebuah kata dan mengubahnyadengan cara yang benar, yaitu:
- penggunaan kata-kata jamak
- penggunaan awalan dan imbuhan- penggunaan kata yang memberi penjelasan pertambahan dan perbedaan
- penggunaan kata kerjaPada anak usia empat tahun biasanya sudah bisa menggunakan bentuk kata jamaksecara baik tanpa kesalahan, penggunaan imbuhan, pertambahan – perbedaan,dan kata kerja.
c. aspek sintaksis
Dalam fase ini anak akan belajar membangun kalimat dengan baik.- ia akan berbicara dengan urutan kata-kata secara benar dalam sebuahkalimat- kalimat dalam bentuk lengkap, dan tidak ada kata yang tertinggal- ia memahami berbagai perbedaan muatan kalimat misalnya kalimatbertanya, kalimat berempati, kalimat mengharap, atau kalimat menyangkal. Anak yang mengalami masalah dalam siktaksis akan berkata misalnya:"Kabel sudah telepon rusak", yang seharusnya diucapkan: "Kabel teleponsudah rusak." Atau "Mau minum." Seharusnya: "Saya mau minum."
3. Penggunaan bahasa, aspek pragmatik .
Dalam hal ini si anak akan menggunakan bahasa dalam konteks yang tepat dan untuk apa. Beberapa contoh yang berkaitan dengan aspek pragmatik:- Bila ada seseorang tengah berbicara, maka ia tidak akan berbicarasecara bersamaan, tetapi menunggu seseorang tadi selesai bicara.- Ia menjawab apa yang ditanya teman bicaranya, misalnya: . Pada pertanyaan : "Apakah engkau akan menggunakan jaket? "ia menjawab : "Tidak saya merasa cukup hangat". Jawaban ini cocok denganpertanyaannya. . Seorang anak bercerita bahwa saat berulang tahun ia diajakberenang oleh orang tuanya, temannya bereaksi: "Tadi pagi saya melihatanjing besar sekali?"Reaksi ini sesuai dengan apa yang menjadi topicbicara. . Kita bertanya pada anak kita: "Apakah engkau sudah mengikattali sepatumu?" Lalu dijawab oleh anak kita: "Saya baru saja makan eskrim." Jawaban ini secara Pragmatik menjawab tidak pada konteks yang benar.Mieke Pronk-Boerma juga membagi periode perkembangan bicara menjadi periodepra-verbal dan periode verbal. Periode pra verbal menurutnya merupakanperiode yang sangat penting, yang dibaginya menjadi:
- minggu ke 0 – 6 : menangis
- minggu ke 6 hingga bulan ke 4 : vokalisasi : ah, uh
- bulan ke 4 – 8 : babbling atau mengoceh (bunyian vocal terusmenerus), misalnya: gagaggagagag….aaaaaa,…..tatatatatatata.Pada periode ini bunyi bahasa ibu juga diproduksinya.
- Bulan ke 8 – 12:
Dalam periode ini muncul bentuk yang disebut echolalia yaitusi anak hanya mengulang apa kata pengasuh tanpa kata-kata tersebut mempunyaimaksud tertentu atau tanpa arti apa-apa.Periode verbal mempunyai beberapa fase yaitu:
- bulan ke 12 – 15 :
- Bulan ke 15 - 2 tahun:
-Usia 2 – 3 tahun:
-Usia 3 – 4 tahun:
-Usia 4 – 6 tahun:
Posted by Nurul Zehani at 4:48 PM 0 comments
Labels: Dunia Anak